Senin, 01 September 2014

Memberi Persembahan dengan Tulus

Memberi Persembahan dengan Tulus *
Markus 12 :38-44


Ada orang yang memiliki kekayaan yang luar biasa banyaknya, tetapi juga ada banyak sekali orang yang hidupnya susah dan miskin. Ada kesenjangan yang amat kentara baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Pertanyaannya di sini ialah apakah  orang yang kaya lantas secara spontan rela memberi dan berbagi. Saat saya berkunjung melayani di jemaat-jemaat, saya mendapati bahwa yang lebih banyak dan besar memberi dan berbagi adalah jemaat yang  berkekurangan daripada jemaat yang berkecukupan bahkan berkelebihan. Begitu juga dalam hal keramahan dan ketulusan. Banyak orang memberi untuk mengumpul bagi dirinya/kelompoknya/jemaatnya/gerejanya, tetapi masih kurang orang berbagi dari apa yang dikumpulkannya. Makanya tidaklah heran bila banyak uang tapi tidak pernah merasa cukup, akibatnya jatuh dalam perbuatan korupsi. Sedangkan orang yang mengumpul untuk berbagi karena ia ingin menjadi berkat bagi yang lain, ia berbagi dengan tulus tanpa maksud untuk sosialisasi diri.

Pembacaan Alkitab perikop kedua yaitu ayat 41-44 menceritakan tentang seorang janda miskin yang memberi persembahan dari semua yang ada padanya. Pada waktu yang sama banyak orang memberi persembahan dalam  jumlah yang besar. Tuhan Yesus memandang bahwa pemberian janda miskin ini lebih banyak daripada pemberian semua orang lainnya. Itu berarti selain banyak orang kaya, ada pula orang yang tidak kaya di situ, mungkin bertaraf ekonomi menengah atau kurang selain si janda miskin ini Dalam hal ini Yesus lebih melihat pada prosentase daripada sejumlah angka. Si kaya memberi banyak dari kelimpahannya, mungkin pemberiannya hanya sepersepuluh (10%) dari keseluruhan miliknya, yang lain mungkin memberi 50% sampai 75%. Sedangkan si janda miskin memberi 100%. Tuhan Yesus memandang pemberian persembahan dalam hal kualitas (prosentase) dan bukan pada kuantitas (jumlah nominal uang). Persembahan janda miskin ini dapat dihubungkan dan dimaknai dengan hakikat persembahan seluruh tubuh seperti yang tercatat dalam  Roma 12: 1 “ …supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah : itu adalah ibadahmu yang sejati”. Jadi, pandangan Yesus jelas bahwa persembahan itu adalah seluruh hidup. Dasar teologis di bagian Alkitab ini ialah memberi karena sudah diberi, memberi dengan tulus bukan karena peraturan atau ketentuan. Dalam hal ini, perlu jelas apa maksud kita dengan persembahan persepuluhan pada masa kini : hanya untuk dan dalam ibadah di gereja-kah ?

Saya membayangkan seorang pendeta/gembala sidang duduk di bagian depan dekat mimbar menghadap tempat/kotak persembahan dan memperhatikan anggota jemaat yang memasukkan uang ke dalamnya. Apalagi sekarang ini sudah ada jemaat yang membuat kotak persembahan yang seluruhnya terbuat dari kaca tembus pandang. Saya merasa tidak sejahtera bahkan sedikit ‘marah’ menyaksikan kotak persembahan ini.  Ada orang kaya yang memberi dengan jumlah yang besar dalam sampul yang tertera namanya, dan ada seorang janda miskin memberi semua uang yang ia miliki tanpa sampul Apa kira-kira yang akan dilakukan oleh  pendeta/gembala sidang itu? Kemungkinan besar ia akan mengumumkan jumlah  uang pemberian dari orang kaya itu. Sebab baginya yang penting kuantitas (berapa besar jumlah uang) bukan kualitas (berapa persen). Bahkan kepada anggota jemaat kaya itu disampaikan ucapan terima kasih yang hangat serta pujian. Sementara itu, pemberian anggota jemaat yang miskin itu luput dari perhatiannya. Jadi persoalan di sini bukan pertama-tama kepada orang yang memberi, tetapi pada pandangan (teologi) dari pendeta/gembala sidang itu. Bila bayangan saya itu terjadi, maka yang pertama-tama harus berubah ialah si pendeta/gembala sidang itu. Jangan-jangan teologi (alkitabiah) yang ia ketahui tidak mampu dipraktekkan dalam pelayanannya. Dalam hal ini, ayat 38-40 pembacaan awal kita perlu mendapat perhatian yaitu agar berhati-hati terhadap ahli-ahli Taurat.

Memberi dari kekurangan menurut ukuran manusia, ternyata menurut Yesus si janda miskin itu telah memberi dari seluruh yang dia miliki. Kekayaan dari si janda miskin ini ialah ia tidak kuatir akan hidupnya termasuk akan apa yang ia akan makan dan minum nanti. Ia kaya dalam kemurahan. Ia kaya dalam spirit hidup..Iapun memberi tanpa maksud apa-apa, apalagi untuk pamer dan cari nama. Dengan memberi seluruhnya maka ia telah  turut bersama dalam penyaluran berkat Tuhan yang digunakan untuk membangun kehidupan persekutuan.

Dalam dunia sekarang, di mana orang semakin individualistis dan yang mengukur segalanya dengan uang, telah menyebabkan orang berduit, pejabat publik yang berjabatan gerejawi (Pendeta/Penatua/Syamas atau Diaken) dan aktivis gereja terlibat praktek korupsi. Korupsi bukan sekedar mengambil yang bukan haknya, tetapi bersamaan dengan itu juga melakukan ketidak-adilan, ketidak-jujuran dan ketidak-benaran. Bukan tidak mungkin yang menjadi korban adalah anggota jemaat yang ia sendiri layani sebagai pelayan jemaat, dan sudah pasti yang menjadi korban adalah anggota masyarakat yang ia layani sebagai pejabat publik.
Sementara itu banyak orang yang berkekurangan bahkan miskin kurang mendapat perhatian dari gereja, padahal mereka itulah yang paling banyak menyumbang tenaga dan segala yang ada padanya dengan tulus untuk kebersamaan/persekutuan. Mereka adalah pelaku pontensial dalam berjemaat/bermasyarakat. Mereka adalah subyek dan obyek dalam kebersamaan yang setara dengan semua orang dalam bergereja/bermasyarakat. Kekayaan gereja adalah orang dan bukan uang. Bila demikian  maka dengan sendirinya seluruh yang ada padanya juga. Inilah kekayaan dan kekuatan bersama. Inilah karunia Tuhan yang harus terus menerus diberdayakan dan memberdayakan. Amin


  • Dimuat di Harian Tribun Manado, Minggu 31 Agustus 2014, hlm 1 dan 7










Tidak ada komentar:

Posting Komentar